Kamis, 16 Desember 2010

Boediono Berkisah Tentang Kemenangan Monarki di Prancis ,,

Jakarta - Di depan para ilmuwan-ilmuwan peserta konferensi Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4), Wakil Presiden Boediono juga menyinggung tentang sistem monarki. Apakah terkait dengan polemik tentang monarki di Yogyakartaa?

Bukan. Boediono berkisaah tentang monarki di negeri nun jauh di sana, Prancis. Rupanya, ia baru saja membaca sejarah kemenangan monarki pada era kejayaan Napoleon Bonaparte.

"Saya baru baca ini mengenai revolusi Prancis itu menarik sekali. Tahun 1789. Mereka diawali dengan keinginan untuk membangun suatu orde sosial baru," kata Boediono kepada sekitar 65 ilmuwan yang hadir di Kantor Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (16/12/2010).

Menurut Boediono, monarki di Prancis pada saat itu diruntuhkan oleh sebagian masyarakatnya yang menginginkan sistem pemerintahan demokratis dan yang didasarkan pada kebebasan. Namun, setelah itu, Prancis tenggelam dalam kegoncangan selama berpuluh-puluh tahun. Masyarakat Prancis terbelah antara yang mendukung demokrasi melawaan monarkhi.

Karena jenuh dengan berbagai goncangan, kerusuhan, dan ketidaknormalan hidup itu, jelas Boediono, masyarakat Prancis merindukan seseorang yang kuat. Orang tersebut diharapkan mampu mengembalikan ketertiban Prancis seperti sedia kala.

"Datanglah Napoleon Bonaparte. Dia jenderal peng-pengan (hebat) di medan perang dan ternyata politikus yang ulung juga. Menawarkan diri dan akhirnya diangkat sebagai konsul pertama," ujar mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini.

Tidak hanya itu, dua tahun kemudian, Napoleon diangkat menjadi konsul seumur hidup. Sebanyak 3 juta warga Prancis setuju dengan pengangkatan Napoleon itu melalui sebuah plebiscite atau referendum, sedangkan 8.000 lainnya menolak.

"2 Tahun kemudian, ada plebiscite lagi yang menanyakan kepada rakyat setujukah Napoleon jadi kaisar Prancis? Hasil plebiscite 3,2 (juta), lebih tinggi dari sebelumnya setuju sekali, hanya dua ribu berapa ratus yang tidak setuju," ungkap Boedionoo.

Dengan diangkatnya Napoleoon sebagai kaisar, sambung Boediono, berarti pula kemenangan monarki di Prancis. Prancis kembali kepada sistem monarki setelah melewati proses yang menggebu-gebu selama puluhan tahun.

"Jadi, kita lihat proses dari semacam idealiisme yang begitu menggebu sampai menjadi kembali pada monarki lagi. Idealismnya hilang karena keadaan," katanya.

Berkaca dari sejarah Revolusii Prancis tersebut, Boediono lalu mengingatkan agar hati-hati dalam membangun demokrasi di Indonesia. Seluruh pihak harus mengawal proses demokrasi, yang sering disebutnya dengan percobaan demokrasi ke-2, ini, dengan baik.

"Jangan diperbolehkan orang bermain-main dengan upaya konsolidasi demokrasi kita. Kita semua yang harus mengawal," tutupnya.

sumber: http://www.detiknews.com/read/2010/12/16/222929/1526879/10/boediono-berkisah-tentang-kemenangan-monarki-di-prancis