Introspeksi diri merupakan hal yang baik dalam kehidupan. Tapi, bila terlalu banyak pikiraan atau terlalu sering menimbang-nimbang, mungkin tidak mempunyai manfaat seperti yang Anda pikiirkan.
Studi terbaru yang diterbitkan jurnal 'Science' oleh AAAS menunjukkann, bagi orang yang pandai mengubah pikiran mereka dan merenungkan keputusan, ukuran wilayah tertentu di otak terlihat menjadi lebih besar, dibandingkan individu yang yang tidak introspektif.
Tindakan introspeksi diri atau 'berpikir tentang pikiran Anda' merupakan sebuah aspek kunci dari kesadaran manusiaa, walau para ilmuwan telah mencataat banyak variasi dalam kemampuan masyarakat untuk mengintrospeksi.
Berdasarkan temuan, para ilmuwan yang dipimpin Prof Geraint Rees dari University College London, menunjukkan, volume materi abu-abu di korteks prefrontal anterior dari otak, yang terletak tepat di belakang mata, merupakan indikator kuat dari introspektif seseorang mempunyai kemampuan introspektif.
Selain itu, para ilmuwan mengatakan struktur materi putih tersambung ke wilayah ini juga terkait dengan proses introspeksi, dikutip dari Times Of India.
Para peneliti menemukan, beberapa orang yang terlallu banyaak berpikir tentang kehidupannya, memiliki ingatan yang 'miskin' dan mungkin merekaa juga mengalami depresi.
Namun, masih belum jelas bagaimana hubungan antara introspeksii dan dua jenis materi otak benar-benar bekerja.
Di masa depan, penemuan tersebut dapat membantu para ilmuwan memahami bagaimana cedera otak tertentu mempengaruhi kemampuaan individu untuk merenungkan pikiran mereka sendiri dan tindakan.
Dengan pemahaaman seperti itu, akhirnya mungkiin untuk perawatan yang tepat menyesuaikan pasien, seperti korban stroke atau penderita trauma otak serius, yang mungkin tidak memahami kondisi mereka sendiri.
"Ambil contoh dua pasien dengan gangguan mental, yang satu menyadari penyakit mereka dan yang satu tidak. Orang pertama mungkin mengambil obat mereka sendiri, tetapi yang kedua ada kemungkinan tidak. Jika kita memahami kesadaran diri pada tingkat neurologis, maka mungkin kita juga bisa beradaptasi dengan perawatan dan mengembangkaan strategi pelatihan bagi pasien," kata salah seorang penulis studi, Stephen Fleming dari Universitas College London.
sumber : http://kosmo.vivanews.com/news/read/195437-bahaya-terlalu-banyak-berpikir