Jakarta - Sepanjang tahun 2010 investor asing tercatat melakukan pembelian neto saham sebesar Rp 19,2 triliun. Nilai ini naik dari tahun 2009 yang sebesar Rp 13,9 triliun.
Demikian disampaikan dalam laporan tinjauan kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang dikutip Rabu (5/1/2011).
"Faktor makro dan mikro yang kondusif serta lingkungan global yang masih diwarnai oleh ekses likuiditas mendorong aliran modal asing ke pasar saham. Pihak asing yang sempat membukukan jual neto sebesar Rp 2,5 triliun pada Oktober dan November 2010, kembali masuk dalam jumlah yang relatif sama pada Desember 2010. Pada tahun 2010 tercatat beli neto asing sebesar Rp 19,2 triliun," tutur laporan tersebut.
Aktivitas asing tersebut turut mendorong perkembangan likuiditas di pasar saham. Volume perdagangan selama tahun 2010 tercatat sebesar Rp4,9 triliun per hari atau naik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 3,9 triliun per hari
Peningkatan IHSG pada tahun 2010 menjadikan Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai bursa dengan pertumbuhan harga tertinggi di antara negara kawasan. IHSG terus menunjukan tren penguatan sampai dengan akhir Desember 2010 sehingga ditutup pada level 3.703,5.
Lapora tersebut memaparkan, perkembangan beberapa indikator penting dari sisi makro ekonomi maupun mikro emiten seperti nilai tukar yang relatif stabil, prospek pertumbuhan ekonomi, inflasi yang cenderung rendah, pertumbuhan laba emitten yang cukup tinggi serta ekspektasi pencapaian investment grade dalam waktu yang lebih cepat semakin menambah kepercayaan investor asing untuk menempatkan dananya di pasar saham.
Dalam perjalanannya di tahun 2010, IHSG sempat beberapa kali mengalami tekanan, di antaranya berkaitan dengan sentimen krisis Yunani pada triwulan II-2010. Meskipun demikian, perkembangan satu bulan terakhir menunjukan pergerakan IHSG yang cukup bergejolak meskipun masih mencatat penguatan yang cukup besar.
Volatilitas tersebut dilatarbelakangi oleh kenaikan harga komoditas global di tengah kekhawatiran pengetatan moneter di China, krisis Irlandia serta eskalasi konflik Korea terus meningkat.
Meski volatilitas IHSG pada Desember 2010 tergolong tinggi, indeks masih mampu membukukan penguatan sebesar 4,9% secara bulanan atau 46,1% (ytd). Perjalanan tahun 2010 juga ditandai oleh pencapaian level all time high di level 3.786,1 pada 12 Desember 2010.
Secara sektoral, kenaikan IHSG selama tahun 2010 lebih didukung oleh sektor perdagangan dan barang konsumsi. Hal tersebut mencerrminkan meningkatnya kinerja perekonomian yang ditopang oleh pertumbuhan di sektor perdagangan dan konsumsi rumah tangga yang masih tinggi.
Pesatnya pertumbuhan kedua sektor tersebut menggeser sektor pertambangan sebagai sektor dengan pertumbuhan tertinggi di tahun 2009.
Kondisi mikro emiten memiliki prospek keuangan yang relatif baik di antara negara kawasan. Laporan emiten triwulan III-2010 menunjukan profit emiten yang masih cukup terjaga dengan ekspektasi yang positif untuk laporan keuangan tahun 2010.
Dari sisi negara kawasan, return on equity Indonesia tercatat masih yang terbesar. Cukup kondusifnya kondisi mikro emiten juga dicerminkan oleh aksi pembagian dividen oleh beberapa emiten yang merupakan sinyal kondisi solvabilitas emiten masih cukup kokoh sehingga mampu membagikan dividen.
Pelaku pasar jugaa cukup optimistis terhadap pertumbuhan laba emiten ke depan sejalan dengan rencana pihak korporasi untuk melakukan belanja modal.
Meskipun demikian, kenaikan harga minyak yang cukup tinggi selama Desember 2010 menimbulkan kerentanan tersenndiri bagi kondisi mikro emiten. Implikasi kenaikan harga minyak dunia tersebut berpotensi mendorong biaya produksi dan mengurangi capaian laba emiten.
sumber : http://www.detikfinance.com/read/2011/01/05/200526/1540117/6/asing-borong-saham-rp-192-triliun-sepanjang-2010