Kamis, 01 September 2011

Antara Suka Cita dan Duka Cita

Ada tiga hal pokok yang harus dimiliki seorang rider MotoGP agar bisa menjadi juara dunia. Skill yang memadai, motor yang kompetitif dan tentu saja faktor keberuntungan. Tahun 2011 ini, Casey Stoner sepertinya punya semuanya. Setidaknya itulah yang tercermin di seri ke-12 yang berlangsung di Indianapolis.
MotoGP Indianapolis 2011 Antara Suka Cita dan Duka Cita
Tak bisa dipungkiri, performa Honda RC212V musim ini diatas rata-rata motor lain. Tetapi meski ada empat rider yang menunggang motor tersebut dengan spesifikasi pabrikan, Stoner tampil jauh lebih dominan dari yang lain. Dani Pedrosa hanya bisa mengimbanginya pada tujuh lap pertama, Andrea Dovizioso sibuk berjuang di baris kedua dan Marco Simoncelli bahkan melorot hingga urutan ke-12.
Ketika masalah ban menghantui hampir seluruh pembalap, Casey tetap tak ragu untuk buka gas lebar-lebar dan melesat hingga mematahkan rekor kecepatan sirkuit. Sudah begitu, rider Australia itu juga mendapat dua keuntungan sekaligus dari Ben Spies.
Sejak sesi Free Practice 1 (FP1) hanya Spies satu-satunya rider yang mampu mendekati catatan waktu Stoner. Tetapi saat race, bencana menimpa rider tuan rumah itu di lap pertma. Dia terjebak di antara kerumunan pembalap yang berlomba-lomba memasuki tikungan pertama. Spies bahkan nyaris terlempar dari motornya. Meski kemudian mampu menyalip satu demi satu rider di depannya, tidak cukup waktu baginya untuk mengejar Pedrosa apalagi Stoner. Jadilah Casey balap nyaris tanpa tanding.
Selain itu aksi The Elbowz menyalip rekan satu timnya, Jorge Lorenzo, bukan cuma bisa menunjukkan pada dunia bahwa Yamaha tidak menerapkan team order tetapi juga secara tidak langsung memberi keuntungan lain buat Stoner dengan tambahan margin 3 poin di kelasemen.
Kegembiraan bukan cuma milik Stoner. Alvaro Bautista juga merasakannya. Meski hanya finish di urutan ke-6, tapi hasil itu cukup membanggakan baginya karena diraih saat balapan kering dan mengingat dia hanya bermodalkan Suzuki GSV-R yang tidak mendapat pengembangan yang berarti. Seperti kata manager tim Paul Dening, Alvaro hanya kalah dari tiga rider Repsol Honda dan dua rider Yamaha Factory Racing.
Dengan kata lain, mereka kini sudah tidak lagi bersaing dengan tim-tim satelit dan bahkan bisa finish di depan Ducati yang jika dilihat dari segi pengembangan jelas tidak bisa dibandingkan dengan Suzuki.
Ducati. Ya, Ducati. Mereka benar-benar mengalami mimpi buruk di Brickyard. Penunggang Desmosedici yang finish terdepan adalah rider dari tim satelit Pramac Racing, Randy de Puniet. Dan itu hanya di posisi kedelapan. Sementara rider Ducati lain semuanya tertimpa musibah.
Barbera Crash Indianapolis Antara Suka Cita dan Duka Cita
Loris Capirossi dan Karel Abraham retire setelah mengalami masalah dengan ban. Hector Barbera terjatuh di lap terakhir saat hendak menyalip Hiroshi Aoyama. Sementara dua rider pabrikan, Valentino Rosssi dan Nicky Hayden sama-sama harus menjalani “restart”. Hayden masuk pit untuk ganti ban dan harus puas finish terakhir. Sedangkan Rossi mengalami masalah dengan gearbox. Problem yang sudah lama sering dikeluhkan tetapi entah kenapa masih juga terjadi.
Apakah sudah saatnya megatakan: “Tunggu Ducati tahun depan”?
Ibarat buku, tahun depan adalah jilid yang berbeda. Meski mereka tampil perkasa sekalipun, sejarah tetap akan mencatat Ducati MotoGP mengawali era 800cc dengan gemilang bersama Casey Stoner dan mengakhirinya dengan sangat mengecewakan bersama Valentino Rossi. Masih ada enam seri kedepan, Ducati masih punya waktu untuk setidaknya bisa meraih satu kemenangan.
Catatan buruk bukan hanya milik Ducati tetapi juga menjadi milik sirkuit Indianapolis Motor Speedway (IMS). Usaha memperbaiki permukaan lintasan justru menuai protes dari sebagian besar pembalap. IMS dinilai tidak layak menggelar balapan kelas dunia. Tentu saja pihak pengelola sirkuit tidak bisa menghimbau pembalap untuk hanya fokus balapan dan jangan banyak protes. Atau lebih vulgar lagi menyarankan mereka untuk tidur saja di rumah dan jangan ikut balap jika takut kecelakaan.
Rider MotoGP adalah raja diraja balapan motor dunia. Mereka berhak bicara. Mereka bukan pembalap liar yang mau balapan di lintasan seperti apapun tanpa memperdulikan standard kelayakan. Dan IMS wajib memprbaiki diri jika ingin tetap ada di kalender MotoGP. Apalagi posisinya memang sudah terancam dengan kepastian digelarnya MotoGP mulai tahun 2013 mendatang di sebuah sirkuit baru di Austin, Texas.